Sebuah Pabrik garam bukanlah suatu
hal yang istimewa di mata masyarakat. Di berbagai daerah di nusantara ini
banyak berdiri pabrik garam. Pada umumnya pabrik – pabrik ini didirikan di
dekat sumber bahan bakunya yakni di tepi pantai karena bahan pembuat garam
tidak lain adalah air laut yang diketahui mengandung garam. Air laut tersebut
diendapkan dan dibiarkan menguap sehingga tersisa butiran – butiran garam yang kemudian
dikumpulkan ataupun dicetak sebagai bongkah garam yang segera dapat digunakan
untuk keperluan sehari – hari.
Keberadaan pabrik garam akan menjadi
sangat aneh ketika lokasinya didirikan jauh dari sumber bahan baku atau jauh
dari pantai. Hal ini terjadi di Desa Sadang Kulon, Kecamatan Sadang, Kabupaten
Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Pabrik ini didirikan oleh Belanda pada masa
kolonial. Satu hal yang hingga kini masih menjadi misteri bagi masyarakat
kebumen adalah “Bersumber dari apa dan dimanakah bahan baku garam di Desa
Sadang Kulon?” Mengingat daerah tersebut berada di deretan pegunungan
Karangsambung yang jauh dari pantai.
Fenomena bekas pabrik garam Belanda
di Sadang Kulon ini menimbulkan berbagai logika pemikiran penulis diantaranya:
·
Belanda
mendirikan pabrik garam di Sadang Kulon tentunya memiliki alasan yang kuat
terkait dengan tersedianya sumber bahan baku. Sebelum mendirikan pabrik,
Belanda pasti telah melakukan serangkaian penelitian dan pemetaan wilayah di
segala aspek di Sadang, seperti halnya pabrik – pabrik milik Belanda di lain
tempat misal: Pabrik Kapuk/Kapas dan Soklat di Weleri, Sawangan, Kendal; Pabrik
Minyak Kelapa Mexolie di Panjer, Kebumen dan lain – lain yang semuanya terbukti
berada di dekat sumber bahan baku. Dengan kata lain, Belanda selalu mendirikan
pabrik – pabrik di daerah yang paling banyak mengandung sumber bahan baku.
·
Pabrik
Garam Belanda di Sadang kecil kemungkinan mendatangkan bahan baku air laut dari
kawasan pantai Selatan (Urut Sewu) Kebumen, mengingat lokasi Sadang merupakan
pegunungan dengan jalan yang menanjak dan berkelok – kelok. Hal ini tentunya
sangatlah tidak efektif dan efisien. Bahkan kawasan ini sejak kurun 1800 an
telah diketahui oleh Verbeek (seorang peneliti Belanda) sebagai daratan tertua
yang terbentuk akibat subduksi lempeng Benua dan lempeng Samudera pada masa
Pratersier. Kemungkinan lain adalah dengan mendatangkan bahan baku berupa
butiran – butiran garam dari tempat lain untuk kemudian dicetak di pabrik garam
Sadang. Hal ini pun sangat kecil kemungkinannya sebab sangat tidak efektif dan
efisien. Pada umumnya bahan baku butiran – butiran garam bisa langsung
dimanfaatkan ataupun dicetak di tempat pengendapan dengan proses sederhana.
·
Logika
pemikiran penulis yang terakhir adalah adanya sumber bahan baku berupa bukit
yang mengandung garam atau Kuwu (sejenis sumber panas bumi/kawah yang
mengeluarkan mineral – mineral termasuk garam) di daerah Sadang Kulon yang
sengaja dirahasiakan oleh Belanda. Mungkin pemikiran penulis mengenai hal ini
terlalu liar dan ekstrim bagi kebayakan orang, terlebih bagi mereka yang belum
pernah mengetahui kondisi alam Sadang. Akan tetapi hal ini akan menjadi sangat
mungkin mengingat Sadang merupakan daratan purba yang awalnya merupakan dasar
laut dalam yang mencuat menjadi daratan akibat proses subduksi/tumbukan lempeng
Benua dan lempeng Samudra pada masa pratersier. Daerah ini juga merupakan
wilayah gunung api purba raksasa bawah laut disertai dengan sungai purba bawah
laut Luk Ula (Jalur Ular) yang terangkat menjadi daratan sekitar 114 juta tahun
yang lalu. Melihat historis geologis daerah ini maka penulis berasumsi bahwa
ada pegunungan garam sebagai hasil endapan air laut purba di daerah Sadang,
sehingga Belanda mendirikan pabrik garam di daerah ini. Dari penemuan fosil –
fosil biota laut dan darat yang ada, menguatkan bahwa daerah ini mengandung
garam yang tinggi sehingga banyak biota – biota laut dan darat yang berhasil
terfosilkan.
Keberadaan sumber bahan baku garam
di Desa Sadang Kulon ini memang masih menjadi misteri, bahkan oleh sebagian
besar masyarakat Kebumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar